Kebutuhan vs Keinginan

Kehidupan sosial saat ini menjadi salah satu faktor terbentuknya kebiasaan diri. Seiring berkembangnya waktu, kebiasaan-kebiasaan berinteraksi sosial dengan jam terbang tinggi mendorong untuk memiliki hasrat memperoleh sesuatu, yang biasanya disebut keinginan.

Menurut Survey Credit Karma (2019), 48% milenial menghabiskan uang yang tidak dimilikinya sehingga terlilit hutang demi gaya hidup dan hubungan sosial. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan antara kehidupan sosial dengan gaya hidup. Tetapi, banyak milenial masih belum paham kelayakan dari gaya hidup yang dijalaninya.

Mungkin saja penyebab utama terjadinya hal ini karena kurangnya pemahaman mengenai konsep kebutuhan dan keinginan.

Bedanya kebutuhan dan keinginan

Kebutuhan merupakan sesuatu yang diperlukan untuk menunjang kehidupan seseorang. Sebagai contoh, kita butuh makan, memiliki pakaian dan tempat tinggal. Jadi kebutuhan itu merujuk pada keharusan, jika kebutuhan ini tidak ada maka kegiatan kita sebagai manusia akan terganggu. Selain itu, kebutuhan ini cenderung bersifat terus-menerus atau memiliki jangka waktu yang panjang penggunaannya.

Beda halnya dengan keinginan, hal ini bersifat subjektif. Dimana hal ini bisa timbul karena faktor lingkungan sosial. Misalnya, banyak milenial kini yang ingin atau menggunakan iPhone sebagai alat komunikasi karena lingkungan yang mendorong penggunaan produk tersebut. Tanpa sadar, kita mengkotak-kotakan brand produk tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun bukan sebuah keharusan, apabila keinginan ini terpenuhi maka ada kepuasan tersendiri pada penggunanya.

Padahal kebutuhan aja cukup, kenapa sih bisa ada keinginan?

Sebagai manusia, sudah fitrahnya kita memiliki hasrat atau nafsu. Nafsu tersebut dapat berupa keinginan memperoleh atau mencapai suatu hal. Jadi sangat wajar kok apabila banyak hal yang ingin kita dapatkan selama hidup ini.

Meskipun demikian, keinginan ini tidak selamanya buruk. Ada beberapa keinginan yang terbentuk dari kebutuhan. Contohnya, apabila biasanya kita bisa setiap harinya meminum kopi saset yang di beli di warung dengan harga Rp 2.000,- lalu mulai mengkonsumsi kopi kekinian dengan harga Rp 30.000/cup. Walaupun secara harga cenderung lebih mahal, tapi memiliki kepuasan sendiri bagi kita yang mengkonsumsinya.

Selain itu, ada juga keinginan yang dapat menjadi sebuah kebutuhan, seperti keinginan memiliki laptop yang bagus untuk menunjang pekerjaan agar lebih baik, memiliki keinginan untuk berlibur agar bisa re-Charge diri dari lelahnya bekerja 6 bulan tanpa cuti, dan hal lainnya yang bersifat menunjang keefektivan dalam berkegiatan.

Pada dasarnya, keinginan terlihat buruk apabila terlalu memaksakan diri memenuhi keinginan tersebut tetapi finansial tidak mendukung. Hal ini dapat memperburuk cash flow harian yang menyebabkan kurang terpenuhinya kebutuhan. Fenomena inilah yang belakangan ini banyak terjadi, dimana keinginan lebih besar dari kebutuhan.

Berikut tips untuk kamu agar terhindar dari keinginan yang tidak terukur:

  1. Dalam melakukan pembelian, selalu mengutamakan fungsi bukan gengsi.
  2. Sebelum melakukan pembelian, pikirkan kembali apakah se-layak itu untuk dibeli.
  3. Tidak menjustifikasi setiap pembelian adalah reward.
  4. Mengutamakan prioritas; kebutuhan. Apabila kebutuhan terpenuhi, keinginan lebih mudah untuk direncanakan karena tidak ada cash flow harian yang terganggu.

Kalau kita dapat memfilter keinginan, pelan-pelan akan melatih self control yang berkaitan dengan keuangan. Yuk dimulai dari sekarang!